Senin, 26 April 2010

Penanganan Sampah Untuk Menuju Kota Bersih Dan Sehat

Sampah merupakan konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia. Sejalan dengan peningkatan penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (Bapedalda, 2000). Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia (di TPA) merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Sampah organic akan terdekomposisi dan dengan adanya limpasan air hujan terbentuk lindi (air sampah) yang akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut tercemar. Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen seperti tipus, hepatitis dan lain-lain. Selain itu ada kemungkinan lindi mengandung logam berat, suatu salah satu bahan beracun. Jika sampah-sampah tersebut tidak diolah, maka selain menghasilkan tingkat pencemaran yang tinggi juga memerlukan areal TPA yang luas.
Untuk mengatasi hal tersebut, sangat membantu jika pengolahan sampah dilakukan terdesentralisasi. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan terutama di perkotaan tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah terpusat. Pengolahan sampah terdesentralisasi dapat dilakukan di setiap RT atau RW, dengan cara mengubah sampah menjadi kompos. Dengan cara ini volume sampah yang diangkut ke TPA dapat dikurangi.

Akibat Sampah yang Bertumpuk
Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organic dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan, yang timbul di kota.
1. Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit.
2. Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah.
3. Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir.
4. Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman.
Berdasarkan uraian tersebut pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatlkan menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolan sampah perkotaan, antara lain:
1) Kepadatan dan penyebaran penduduk.
2) Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
3) Karakteristik sampah.





4) Budaya sikap dan perilaku masyarakat.
5) Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
6) Rencana tata ruang dan pengembangan kota.
7) Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA.
8) Biaya yang tersedia.
9) Peraturan daerah setempat.

Paradigma Penanganan Sampah
Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan system lahan urug saniter yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta maksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir. pengurangan sumber sampah untuk industri berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan bagi rumah tangga berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan pengkomposan.

Manfaat Sampah
Sampah yang tampak tidak berguna sebesarnya masih banyak manfaatnya seperti dapat dibuat biogas, briket, pakan ternak, kompos, pupuk, dan dapat didaur-ulang bagi sampah anorganik.
Dalam sampah dan kotoran sungai ditemukan bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B12 yang samajenisnya dengan vitamin B12 yang dihasilkan oleh hewan. Yang paling aktif dapat memfermentasikan sampah dan kotoran sungai sehingga dihasilkan vitamin B12 adalah bakteri-bakteri yang termasuk Streptomyces. Kadar vitamin B12 dalam sampah dan kotoran sungai berkisar 4,2 – 8,2 µg untuk setiap satu gram berat kering. Diperkirakan dari 26.000 ton sampah dan kotoran sungai akan dihasilkan 465 vitamin B12. Pemberian sampah dan kotoran sungai sebesar 2% pada ternak, ternyata mampu meningkatkan berat badan ternak. Sampah dan kotoran sungai mengandung senyawa organic 40-85%, mineral 15-70%, nitrogen 1-10%, fosfat 1-4,5% dan kalium 0,1-4,5%. Sampah rumah tangga, sampah restoran, kertas, kotoran ternak, limbah pertanian dan industri yang bersifat sampah organic semuanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Dengan pengolahan sampah menjadi bahan-bahan yang berguna akan memberikan keuntungan selain meningkatkan efisiensi produksi dan keuntungan ekonomi bagi pengolah sampah, juga dapat mengurangi biaya pengangkutkan ke pembungan akhir (TPA) dan mengurangi biaya pembuangan akhir, menghemat sumber daya alam, menghemat energi, mengurangi uang belanja, menghemat lahan TPA dan lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman).










Penanganan Sampah 3-R, 4-R dan 5-R
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat.
Konsep zero waste yaitu penerapan rinsip 3R (Reduce, Reuse, dan recycle), serta prinsip pengolahan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost). Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi :
1. Sistem pengolahan sampah secara terpadu
2. Teknologi pengomposan
3. Daur ulang sampah plastik dan kertas
4. Teknologi pembakaran sampah dan insenator
5. Teknologi pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak
6. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
7. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah
8. Pengolahan sampah kota metropolitan
9. Peluang dan tantangan usaha daur ulang.

Pengertian Zero Waste adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi “produksi sampah” atau diminimalisir terjadinya “sampah”. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle).
Produksi bersih merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologi. Prinsip ini juga dapat diterapkan pada berbagai aktivitas termasuk juga kegiatan skala rumah tangga.
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penangan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengrangi biaya pengelolaan sampah.
Prinsip reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin lakukan minimisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai. Hal ini dapat memeperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Prinsip replace dilakukan dengan cara teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga teliti agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan Styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa diurai secara alami.
Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain. Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.







Pemilahan Sampah
Berdasarkan uraian tentang 3-R, 4-R atau 5-R tersebut, maka pemilahan sampah menjadi sangat penting artinya. Adalah tidak efisien jika pemilahan dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang mahal. Oleh sebab itu, pemilahan harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor, puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia beraktivitas. Mengapa perlu pemilahan? Sesungguhnya kunci keberhasilan program daur ulang adalah justru di pemilahan awal. Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari “sesuatu” yang sifatnya heterogen menurut jenis atau kelompoknya sehingga menjadi beberapa golongan yang sifatnya homogen. Manajemen Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu.lingkungan bebas sampah.
Pada setiap tempat aktivitas dapat disediakan empat buah tempat sampah yang diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng, dan satu tempat sampah untuk botol. Malah bisa jadi menjadi lima tempat sampah, jika kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah B3 tentunya memerlukan penanganan tersendiri. Sampah jenis ini tidak boleh sampai ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), keramik, furniture dll. ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah jenis ini perlu diatur, misalnya pembuangan sampah-sampah tersebut ditentukan setiap 3 bulan sekali.
Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.
Nah, sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin.

Proses Pembuatan Kompos Dengan Aktivator EM-4
Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan.
Proses pembuatan kompos adalah dengan menggunakan aktivator EM-4, yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan bahan tambahan berupa mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk mempercepat pengkomposan dan memperkaya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan adalah : Bahan Baku Utama berupa sampah organik, Kotoran Ternak, EM4, Molase dan Air. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah : Sekop, Cakar, Gembor, Keranjang, Termometer, Alat pencacah, Mesin giling kompos dan Ayakan. Tahapan pembuatan kompos dapat dijelaskan sebagai berikut :








Pengomposan skala rumah tangga
Bahan: sampah organic, dedak, sekam, EM4, molase dan air.
Cara pembuatan:
a. buat larutan fermentasi EM4 yaitu dengan perbandingan 1:1:1000 ml, aduk rata dan diamkan selama semalam untuk diaktifkan.
b. Buat bokashi starter yang terdiri dari dedak dan sekam dengan perbandingan 9:1.
c. Siramkan larutan fermentasi EM4 yang telah didiamkan selama semalam ke dalam sekam, aduk hingga tercampur merata, tambahkan dedak dan aduk kembali hingga merata. Masukkan ke dalam karung dan tutup rapat, fermentasi selama 2-3 hari.
d. Sampah organic yang akan digunakan, terlebih dahulu dipisahkan dari anorganiknya. Setelah itu dicacah hingga lebih kecil ukurannya. Bila sampah basah lebih baik diangin-anginkan dahulu.
e. Setelah itu sampah tersebut dicampurkan dengan bokashi starter dan aduk hingga rata, hingga kelembaban mencapai 30%.
f. Sampah kemudian ditumpuk atau digundukan di atas lantai yang kering dengan ketinggian 20-25 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-5 hari.
g. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 oC.
Cara penggunaan
a. 3-4 genggam bokashi setiap meter persegi disebar merata di atas permukaan tanah, pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.
b. Untuk hasil yang lebih baik, siramkan atau semprotkan 2 cc EM4/liter air ke dalam tanah.
c. Biarkan tanah yang telah diberi bokashi selama 1 minggu, kemudian bibit siap ditanam.
d. Untuk tanaman buah-buahan atau pot, bokashi disebar merata di permukaan tanah atau perakaran tanaman dan siramkan 2 cc EM4/liter air selama 2 minggu sekali.

Pengomposan secara sederhana
Bahan:
- drum atau tong plastic yang mempunyai tutup
- pipa paralon berdiameter 4 inci
- kas plastic untuk menutup lubang pipa bagian luar, dan
- batu kerikil.
Cara pembuatan
- bagian atas tong plastic diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk memasang pipa. Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang, lalu ditutup kasa plastic untuk jalan air.
- Ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastic untuk sirkulasi udara.
- Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm setiap jarak 5 cm. Tong juga dilubangi 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara.
- Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam di tanah. Tempatkan pada bagian yang tidak kena hujan secara langsung.
- Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm. Demikian juga sekeliling pipa ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organic cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut.
- Tong tersebut diisi dengan sampah rumah tangga, tentunya sampah organic, tetapi jangan diikutkan kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selam itu akan terjadi proses pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti tanah.
- Ambil kompos tersebut dari komposter, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu. Nah, kompos itu siap sudah siap dipakai untuk pupuk tanaman.




Manfaat Pengkomposan
Usaha pengkomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan, sosial maupun kesehatan. Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :
1. Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang canggih dengan peralatan modern.
2. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi.
Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat secara ekonomis, yaitu :
1. Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah.
2. Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan menguragi investasi lahan TPA.
3. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual.
4. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penngunaannya.
Dari segi ekologi, proses pembuatan kompos memberikan manfaat bagi lingkungan, yaitu:
1. Pengkomposan merupakan metode daur ulang yang alamiah dan mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologis. Kebutuhan energi dan bahan makanan yang diambil tumbuhan dari dalam tanah dikembalikan lagi ke dalam tanah.
2. Mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah yang dibakar, yang dibuang ke sungai ataupun yang dikumpulkan di TPA akan berkurang. Ini berarti mengurangi pencemaran udara maupun air tanah.
3. Pemakaian kompos pada lahan perkebunan atau pertanian akan meningkatkan kemampuan lahan dalam menahan air sehingga terjadi koservasi air. Kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi kesuburan tanah (konservasi tanah).
Dari segi sosial, manfaat sosial yang dapat diperoleh dari pembuatan kompos adalah :
1. Dapat mebuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran.
2. Dapat dijadikan obyek pembelajaran lingkungan baik bagi masyarakat maupun dunia pendidikan.
Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembutan kompos adalah :
1. Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
2. Proses pengkomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah.
Secara teoritis apabila program daur ulang sampah dengan sistem terpadu dapat dilakukan, maka sampah yang tersisa hanya tinggal 15 – 20% saja, sehingga akan mengurangi ritasi transportasi sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan umur TPA akan semakin panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar