Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya.
Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, bermoral, memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Negara-negara yang telah berhasil mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya. Sektor pendidikan mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka.
Harus kita akui, pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang diharapankan. Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya. Padahal, amanat Undang-Undang Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi: bisa mencerdaskan bangsa Indonesia. Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan mengajar dalam aktivitas kesehariannya.
Potret Pendidikan Nasional Kita
Sayangnya, saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal. Untuk kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) –dalam “Human Development Report 2006” untuk kualitas pembangunan manusia– diganjar peringkat 108 dari 177 negara di dunia. Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota: persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah. Artinya, sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri.
Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan. Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa yang menjadi peserta didik. Tawuran dan perilaku asusila sebagian oknum pelajar/mahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama. Kegiatan sekolah lebih besar porsinya untuk pengajaran. Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab, pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan. Tanpa itu, bangsa besar ini akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah.
Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan dana saja. Tapi, harus lebih mendasar dan strategis. Sistem Pendidikan Nasional perlu direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama aktivitas pendidikan. Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter. Anak-anak bangsa dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah tempat menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal, seimbang, dan sesuai tuntutan zaman. Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan sejahtera.
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, dan kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya juang (adversity quotient) yang mumpuni. Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya. Tipe bangsa pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di tataran negara vs negara atau kota vs kota. Tetapi, sudah di level individu vs individu.
Karena itu, menjadi hajat kita bersama untuk memperjuangkan perbaikan dan pembangunan dunia pendidikan di negeri ini. Apa saja agenda strategis yang harus segera kita lakukan?
Pertama, melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif, integratif, dan aplikatif. Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan, integratif tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran, dan aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa. Kedua, meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun.
Ketiga, meningkatkan kopetensi, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan terhadap profesi guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian, PNS atau swasta. Keempat, mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20% dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV UUD 1945.
Kelima, melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Kenam, memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, kewirausahaan, dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik.
Ketujuh, menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal, nonformal, dan informal. Kedelapan, meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan lingkungan sekitarnya. Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan, tapi juga bisa menjadi pusat latihan, seminar, workshop, dan studi banding. Sekolah adalah pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada.
Kesembilan, terselenggaranya pendidikan yang murah, bermutu, dan berwawasan global yang memiliki daya saing nasional di percaturan global. Kesepuluh, memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik.
Kesebelas, menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme. Kedua belas, menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kesadaran masyarakat untuk ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan tantangan lingkungan yang terjadi. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua secara individu per individu, tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama. Ketiga belas, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita idam-idamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar